“Biasakanlah nasihatmu (disampaikan) dalam kesendirianku Dan hindarilah (menyampaikan) nasehat di perkumpulan orang, Karena sesungguhnya nasehat di tengah orang banyak merupakan salah satu bentuk Penghinaan yang tidak aku relakan untuk mendengarnya. Jika engkau menyalahi dan melanggar ucapanku ini, Maka janganlah kecewa (kesal) jika tidak ditaati (nasehatmu)”

Kamis, 01 Januari 2009

Impian Mahar Menjadi Ustad?: Kisah Menarik Di Balik Layar Laskar Pelangi

“Dicari buaya untuk casting film Laskar Pelangi,” begitu seloroh Andrea suatu waktu dalam sebuah acara diskusi. Rupanya meski Andrea terkesan bergurau, ternyata tidak mudah pula mendatangkan buaya dengan ukuran dan keganasan sebagaimanja yang diinginkan. Maka, ibarat memilih aktor, buaya pun dipilih dan diukur kriterianya secara saksama: tidak boleh terlalu ganas, panjangnya memadai, tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil—karena tentu saja keselamatan kru juga perlu diperhatikan—dan terakhir bisa akting. Nah, syarat terakhir agaknya cukup susah.

Inilah sekelumit rahasia di balik pembuatan film Laskar Pelangi. Semua detail diperhatikan dan tidak boleh ada yang terlewat, hatta kehadiran pelanduk dan kambing-kambing yang senewen pengen kawin. Dan kalau mau tahu, ternyata pelanduk itu pun disewa dari penduduk setempat, karena semakin terbatasnya populasi pelanduk di Belitong. Setelah bersusah payah menyewa, malangnya, satu pelanduk tewas, mungkin karena kecapaian beradu akting dengan sesama aktor, sementara pelanduk lainnya berhasil melarikan diri di tengah-tengah kesibukan syuting.

Tentu saja, bagi Anda yang melihat hasil akhirnya di bioskop-bioskop, kehadiran figuran-figuran seperti buaya, kambing, dan pelanduk ini tenggelam dalam haru biru, isak tangis dan kesibukan menyusut air mata yang tumpah ruah. Tidak akan tampak, misalnya, kekhawatiran kru film di tengah sergapan hujan deras yang sempat menghambat syuting pada hari-hari pertama. Tentu saja, itu semua kini menjadi bagian dari sejarah dan besar kemungkinan akan dilupakan jika tidak dituliskan.

Khawatir kisah-kisah menarik yang menyertai pembuatan film Laskar Pelangi menguap begitu saja, lahirlah gagasan mendokumentasikan “behind the scene” Laskar Pelangi. Selain untuk keperluan pendokumentasian, pembaca yang ingin mengenal lengkap profil para aktor Laskar Pelangi juga bisa mendapatkan gambaran terperinci mulai dari kisah pencarian hingga casting. Semuanya diceritakan dengan lengkap dan mengalir. Contohnya, Mahar. Berbeda dengan karakter Mahar yang dituliskan Andrea dalam novel Laskasr Pelangi yang serbagaib, menyenangi mistik dan dunia kebatinan, pemeran utama Mahar, Verrys Yamarno, ternyata bercita-cita masuk pesantren dan menjadi ustad. Sekolahnya pun tidak mau di Belitong, tetapi di Jawa.

Membuat film memang mengasyikkan, meskipun tentu saja belum tentu gampang. Barangkali, betul seperti yang ditulis Rita Triana Budiarti, memang tidak mudah menghentikan waktu di Belitong, ketika zaman dilipat puluhan tahun ke belakang dan memori bergerak liar di antara waktu-waktu itu.“Time changes, places stay,” kata Andrea. Riuh rendah pembuatan film sementara ini usai, mengikuti kibasan ekor buaya yang kembali bersembunyi di kebun binatang Tanjung Pandan. (Salman)

Sumber : mizan.com

0 komentar: