“Biasakanlah nasihatmu (disampaikan) dalam kesendirianku Dan hindarilah (menyampaikan) nasehat di perkumpulan orang, Karena sesungguhnya nasehat di tengah orang banyak merupakan salah satu bentuk Penghinaan yang tidak aku relakan untuk mendengarnya. Jika engkau menyalahi dan melanggar ucapanku ini, Maka janganlah kecewa (kesal) jika tidak ditaati (nasehatmu)”

Kamis, 01 Januari 2009

Renungan Hadits (Kaya Jiwa)

Muslich Taman

oleh : Pardan Syafruddin

Dari Abu Huraerah, ia berkata, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Bukanlah kekayan itu dengan banyaknya harta. Tetapi, sesungguhnya kaya itu ialah kaya jiwa.” HR. Bukhari dan Muslim.



Takhrij Hadis

Hadis ini diriwayatkan oleh imam Al-Bukhari dalam Bab Ghina An-Nafs wa Qauluhu Ta’ala Ayahsabuna inna ma numidduhum... (jilid 20, hadis nomor 5965, hal. 79). Muslim dalam Bab Laisa Al-Ghina ‘an Katsratil Aradh (jilid 5, hadis nomor 1741, hal. 268).
Dengan demikian dalam tinjauan kedudukan hadis adalah shahih. Seperti yang telah disepakati para ulama bahwa hadis yang diriwayatkan oleh imam Bukhari dan Muslim termasuk kategori hadis shahih.


Makna Kata
Al-Ghina” artinya ialah kaya, yang dijelaskan dalam hadis dengan kalimat ‘an katsratil ‘aradh (banyaknya harta ataupun materi). Kaya dalam pandangan manusia adalah orang yang memiliki banyak harta.
An-Nafs” maknanya ialah jiwa, berupa ruh yang ada dalam tubuh dan menyebabkan seseorang hidup. Jiwa bermakna pula seluruh kehidupan batin manusia yang terjadi dari perasaan, pikiran, angan-angan dan sebagainya.

Syarah Hadis
Sungguh indah filosofis hidup Rasulullah, beliau memberikan pernyataan kepada para sahabatnya –tentunya juga kepada umatnya sampai akhir zaman- bahwa arti kaya yang sesungguhnya ialah kayanya jiwa ataupun hati. Bukan kaya dengan melimpah ruahnya harta dan materi, yang selama ini menjadi pandangan sebagian besar manusia.
Di saat seseorang ditanya, “Apa yang dimaksud dengan kaya?” atau “Orang kaya itu seperti apa?” Tentu jawaban yang diutarakan adalah orang yang banyak harta, baik uang, perhiasan, kendaraan, ladang, sawah, peternakan dan sebagainya yang sifatnya materi. Jawaban ini wajar karena memang timbangan kekayaan menurut kacamata dhahir adalah dengan berlimpah ruahnya materi.

Dalam hadis ini Rasulullah mengingatkan, sesungguhnya kaya yang hakiki adalah kayanya jiwa, lapangnya hati dari berbagai problematika hidup yang dijalani, bukanlah kekayan itu dengan banyaknya harta. Tetapi, sesungguhnya kaya itu ialah kaya jiwa.
Inilah pandangan lain yang diajarkan Rasul kepada umatnya agar jangan melihat kekayaan dari tinjauan lahiriah saja. Ada kacamata lain yaitu kacamata batin yang memaknai kekayaan berkaitan dengan kehidupan manusia yang terjadi dari perasaan dan pikiran yang tidak dapat ditimbang dengan kalkulasi materi.

Sungguh benar apa yang diajarkan Rasulullah mengenai kekayaan. Pandangan kaya menurut umumnya manusia ternyata bersifat relatif. Hal ini dapat dibuktikan dengan tinjauan kepuasan. Orang yang memiliki defosito di berbagai bank, perhiasan yang dikumpulkan, kendaraan yang selalu ganti seiring trend dan mode, serta yang lainnya ternyata tidak dapat memberikan kepuasan, apabila jiwanya tidak merasa tenang dan senang.

Rasul memberikan pandangan lain berkaitan dengan kaya, berupa pandangan yang riil dan hal ini dapat diraih oleh semua orang, yaitu kekayaan yang bersumber dari jiwa. Semua manusia memiliki jiwa, lapang maupun sempitnya kehidupan seseorang dapat dibuktikan dengan jiwanya. Apabila jiwanya mencerminkan keteduhan, kesejukan, ketenangan, qanaah dan istiqamah berarti itu menunjukan jiwa yang kaya dalam menjalani roda kehidupan. Sebaliknya, jika jiwanya berontak, kering, gelisah dan resah, hal itu menandakan kegersangan dan kemiskinan yang tentu akan berakibat kepada pandangan yang riil dalam menjalani hidupnya.

Ada pelajaran yang disampaikan Rasulullah agar kita menjadi ‘orang kaya’ dalam sisi materi. Lihatlah dunia, materi dan kekayaan harta kepada orang yang di bawah kamu! Insya Allah ini adalah resep yang jitu agar kita cepat menjadi ‘hamba yang kaya’. Allahu A’lam bish-shawab

Sumber : kautsar.co.id

0 komentar: