Menurut riwayat, kisah Imam Syafi`i di atas termuat di karya-karyanya dan salah satu karyanya yang memuat kisah tersebut adalah Al-Umm. Dalam buku Terapi Penyakit Hati karya Ibn Al-Qayyim Al-Jawsiyah—merujuk ke kisah di atas—Ibn Al-Qayyim menulis bahwa “sesungguhnya ilmu adalah sinar yang diletakkan oleh Allah di dalam hati, sedangkan maksiat memadamkan sinar tersebut”.
Bagaimana bentuk ilmu yang bagaikan cahaya itu? Apakah—apabila ilmu itu adalah cahaya—dengan demikian tidak ada ilmu yang menyesatkan manusia? Bukankah semua ilmu akan menerangi jalan hidup manusia? Bagaimana dengan seseorang yang dikatakan memiliki ilmu—entah apakah dia bergelar profesor atau bekerja di sebuah tempat yang amat mulia—namun dia menjalankan kegiatan yang tercela?
“Salah satu gagasan yang paling canggih, amat komprehensif, dan mendalam, yang dapat ditemukan di dalam Al-Quran” demikian tulis Munawar Ahmad Anees dalam “Revitalizing `Ilm”, “ialah konsep tentang `ilm. Sesungguhnya, tingkat kepentingannya hanya berada di bawah konsep tauhid, yang merupakan tema sentral dan konsep mendasar Al-Quran.
“Pentingnya konsep`ilm ini terungkap dalam kenyataan bahwa Al-Quran menyebut-nyebut kata-akar dan kata-turunannnya sekitar 800 kali. Konsep`ilm membedakan pandangan-dunia Islam dari cara pandang dan ideologi lainnya: tidak ada pandangan-dunia lain yang membuat pencaraian ilmu sebagai kewajiban individual dan sosial dan memberikan arti moral dan religius penyelidikan setara ibadah.”
Betapa mulianya manusia yang senantiasa belajar dan terus berupaya mencari ilmu? Kemuliaan yang dianugerahkan kepada manusia yang terus berupaya untuk mencari ilmu terungkap di banyak sekali hadis Nabi Muhammad Saw. Salah satu hadis Nabi yang dengan sangat indah melukiskan betapa mulianya seorang pencari ilmu—ilmu yang dapat menerangi jalan hidup manusia—adalah hadis berikut ini:
Sumber : mizan.com
0 komentar:
Posting Komentar