“Biasakanlah nasihatmu (disampaikan) dalam kesendirianku Dan hindarilah (menyampaikan) nasehat di perkumpulan orang, Karena sesungguhnya nasehat di tengah orang banyak merupakan salah satu bentuk Penghinaan yang tidak aku relakan untuk mendengarnya. Jika engkau menyalahi dan melanggar ucapanku ini, Maka janganlah kecewa (kesal) jika tidak ditaati (nasehatmu)”

Kamis, 11 Desember 2008

Berlindung Dari Fitnah

image1.jpg

Memiliki keluarga yang didalamnya penuh dengan sakinah mawadah dan penuh rahmah adalah impian setiap insan muslim. Namun, sepenuhnya kita menyadari bahwa keluarga, anak-anak juga harta-harta yang kita miliki bisa menjadi fitnah dan ujian hidup.

Oleh karenanya, seorang hamba hendaknya tidak putus permohonannya setiap waktu pada Allah untuk senantiasa menjadikan keluarga, istri, suami ataupun anak-anak cucu keturunannya sebagai qurrata a’yun, penyejuk mata dan hati serta pembawa kebaikan dan manfaat.

HANYA ALLAH TEMPAT BERLINDUNG

Jika seseorang melihat berbagai macam fitnah seperti kehidupan dunia beserta iming-iming dan kesenangan di dalamnya yang berbungkus nafsu dan syahwat, fitnah ujub serta besar kepala, fitnah kematian yang siap menanti, penghimpunan seluruh manusia di Padang Mahsyar yang panas tanpa perlindungan, fitnah kekacauan, pembantaian juga perang, juga huru-hara di akhirat serta beraneka ragam fitnah lainnya, maka sesungguhnya, bagi orang-orang yang berpikir tentu akan tergerak hatinya untuk menyelamatkan diri dari semua itu dan terdorong untuk senantiasa berlindung kepada Allah l, meminta keselamatan dan terbebas dari segala keburukan dan kejahatannya.

Berlindung kepada Allah, terlebih di saat-saat ini, ketika fitnah banyak tersebar dan merajalela, merupakan cara tepat. Itu suatu keharusan dan merupakan hal yang amat penting. Karena dengan begitu kita bisa terbebas dari kejahatan fitnah-fitnah itu.

Misalnya saja fitnah kesenangan dunia beserta isinya, yang begitu memanjakan nafsu dan syahwat kita, maka kita wajib selalu berlindung kepada Allah dari keburukan dan perangkapnya. Adalah fitnah dunia yang sangat besar atas seorang laki-laki berupa fitnah wanita. Sangatlah dimengerti saat Nabi Yusuf p begitu khawatir terhadap fitnah wanita hingga beliau berdoa pada Allah seperti dalam surat Yusuf 33.
“Dan jika tidak engkau hindarkan daripadaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka), dan tentulah aku termasuk orang-orang yang berdoa.”
Nabi Muhammad n juga memohon perlindungan dari banyaknya fitnah dunia, salah satunya adalah nabi meminta perlindungan dari buruknya fitnah kekayaan dan harta benda. “...Dan (aku berlindung) dari buruknya fitnah kekayaan.” (Riwayat Bukhari)
Jika para nabi dan utusan Allah yang tak diragukan lagi kuatnya keimanan mereka, selalu memohon perlindungan pada Allah, apalagi kita sebagai manusia biasa. Semoga kita tak pernah kikir dan pelit untuk senantiasa memohon perlindungan-Nya.

FITNAH DALAM KELUARGA
Telah disinggung di awal tulisan bahwa keluarga dan anak-anak juga merupakan fitnah dunia sebagaimana firman Allah l dalam firman-Nya,
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka. Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (At-Taghabun: 14-15)
Benarlah apa yang Allah sitir dalam firman-Nya tersebut, dalam kehidupan sehari-hari banyak kita temui istri, atau suami dan anak-anak menjadi ujian. Banyak kita dengar istri-istri yang tidak taat juga anak durhaka, ataupun harta yang menjadi sengketa dan malapetaka.

FITNAH ISTRI
Bukan lagi hal aneh dewasa ini kita saksikan istri yang tidak taat dan istri-istri yang keluar rumah sendirian tanpa izin suami, tanpa ada kepentingan yang mendesak, hingga menimbulkan pandangan orang-orang.
“Wanita itu adalah aurat, maka apabila dia keluar, dia akan diincar (diperindah) oleh setan.” (Riwayat At-Tirmidzi)
“Tidak boleh seorang wanita bepergian kecuali bersama dengan mahramnya.” (Muttafaq ‘Alaih)
Istri keluar tanpa izin suami merupakan langkah awal dari rentetan fitnah selanjutnya. Biasanya istri akan mulai menyepelekan hal-hal penting lain yang menyangkut dengannya. Misalnya menjadi tidak perhatian pada anak-anak, tidak lagi perhatian dengan tugasnya dalam rumah tangga, juga tidak perhatian terhadap hak-hak suami. Bahkan bisa jadi rentetan ketidaktaatannya kepada suami akan semakin panjang, berani menolak suami dengan kasar, mengangkat suara (berteriak) di hadapan suami serta mengingkari kebaikan suami.
Tidakkah istri-istri yang berbuat demikian ingat bahwa ia akan dimintai pertanggungjawaban?
“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan bertanggung jawab terhadap kepemimpinannya, suami adalah pemimpin pada keluarganya dan dia akan ditanya tentang kepemimpinannya, dan seorang istri adalah pemimpin di rumah suaminya dan dia akan ditanya tentang kepemimpinannya.” (Muttafaq ‘Alaih)
Sikap boros dan israf (berlebihan) istri dalam menjaga dan membelanjakan harta suami juga merupakan ujian, dan masih banyak ujian lain yang ditimbulkan oleh seorang istri.

FITNAH ANAK
Anak adalah anugerah sekaligus amanah dari Allah. Namun adakalanya amanah itu justru menjadi cobaan bagi sebagian orang. Seperti yang dialami Nabi Nuh, buah hatinya durhaka dan tak pernah mendengar nasihatnya. Dan kisah Nabi Nuh banyak terulang di zaman ini. Dari anak yang melawan orang tua, membangkang bahkan membunuh orangtuanya sendiri karena keinginannya tidak dipenuhi. Ironisnya pergaulan dan lingkungan yang carut marut makin “menggemukkan” fitnah ini.
Banyak dari orangtua merasakan ujian hidup atas anak mereka. Mereka berusaha sabar atas keburukan sikap anak-anak, seraya berharap perubahan, namun kadang kenyataan berkata lain. Terkadang justru kedurhakaan anak kian menjadi. Mereka disibukkan dengan kesenangan dunia dan foya-foya melakukan hal sia-sia, hingga lupa diri. Dunia telah menipunya.
“Dan dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan dan binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.” (Ali Imran: 14)
Karenanya nabi mengajarkan sebuah doa agar terhindar dari fitnah dan ujian hidup.
Dan aku berlindung kepada-Mu dari (keburukan) fitnah hidup.”

FITNAH HARTA
Tak ubahnya fitnah istri dan anak, harta pun bisa menghancurkan jika tidak diiringi sikap amanah pemiliknya. Harta kekayaan yang seharusnya bisa mendatangkan kebaikan malah sebaliknya. Membuat pemiliknya menjadi tamak, loba dan kikir. Pelit dalam menyedekahkan karena takut berkurang.
Tapi anehnya sangat boros dan royal jika membelanjakan untuk hal-hal yang sia-sia dan tidak bermanfaat. Semisal untuk hura-hura dan berlebihan dalam soal makan dan gaya hidup. Harta juga bisa menjadi sengketa antar ahli waris karena saling ingin menguasai. Maka bisa dipastikan hubungan antar anggota keluarga akan hancur, kedengkian dan permusuhan tumbuh, bahkan bisa jadi pertumpahan darah.

FITNAH TETANGGA
Sebagai makhluk sosial, di tempat keluarga kita tinggal tentunya kita hidup bertetangga. Namun ada saatnya kita temukan tetangga yang belum tentu baik perilakunya. Meski kita tak memusuhinya, kadang ada saja sikap mereka yang tak menyenangkan. Semisal senang menggunjing, mengadu domba dan mencampuri urusan orang lain. Kondisi yang tidak kondusif ini, juga bisa memberikan rasa tak nyaman. Bisa pula kita terpengaruh dengan perilakunya, karenanya sebisa mungkin kita harus menjaga jarak dengan mereka.
Pada akhirnya, mengingat banyak fitnah yang bisa saja terjadi dalam keluarga kita, tak hanya melulu tugas suami untuk menjaga dan menasihati anak, tapi menjaga keluarga dari setiap keburukan adalah tugas kita semua, dengan jalan saling menasihati dan mengingatkan. Semoga firman Allah dalam Al-Quran surat At-Tahrim ayat 6 (“Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”) bisa menjadi motivasi bagi kita untuk selalu menjaga keluarga kita, serta semoga Allah menjaga kita dari kejahatan fitnah besar dan kecil, baik saat hidup dan sesudah kita mati. Amiin (Ummu Ahmad)

0 komentar: