“Biasakanlah nasihatmu (disampaikan) dalam kesendirianku Dan hindarilah (menyampaikan) nasehat di perkumpulan orang, Karena sesungguhnya nasehat di tengah orang banyak merupakan salah satu bentuk Penghinaan yang tidak aku relakan untuk mendengarnya. Jika engkau menyalahi dan melanggar ucapanku ini, Maka janganlah kecewa (kesal) jika tidak ditaati (nasehatmu)”

Kamis, 11 Desember 2008

Hari Berbangkit Bukan Khayalan

Hari kebangkitan tanggal 20 Mei? Bukan! Ini bukan kebangkitan nasional, tapi kebangkitan manusia seantero alam setelah kiamat. Banyak yang tidak percaya dengan janji Allah tersebut.

Barisan yang tidak percaya tersebut banyak yang terdiri dari pemuda. Bukan orang awam yang tidak terpelajar, tidak sedikit justru mereka adalah mahasiswa. Ketika racun komunisme dan filsafat materialisme meracuni generasi muda tersebut, jangankan hari kebangkitan yang ‘abstrak,’ ayat-ayat Al-Quran yang jelas saja dilecehkan.

Kekufuran Seorang Kafir

Pantaskah seorang muslim meragukan berita dari Allah dan rasul-Nya? Bagaimana hukum orang yang mengingkari kehidupan akhirat dan menganggap bahwa hal itu merupakan khurafat (keyakinan yang diada-adakan) pada abad pertengahan?

Orang yang mengingkari kehidupan akhirat dan menganggap bahwa hal itu adalah hal yang diada-adakan pada abad pertengahan adalah kafir. Allah berfirman,

“Dan tentu mereka akan mengatakan (pula), ‘Hidup hanyalah kehidupan kita di dunia saja, dan kita sekali-kali tidak akan dibangkitkan.’ Dan seandainya kamu melihat ketika mereka dihadapkan kepada Rabbnya (tentulah kamu melihat peristiwa yang mengharukan). Allah berfirman, ‘Bukankah (kebangkitan) itu benar?’ Mereka menjawab, ‘Sungguh benar, demi Rabb kami.’ Allah berfirman, ‘Karena itu rasakanlah azab ini, disebabkan kamu mengingkari(nya).’” (Al-An‘am: 29-30)

Dalam ayat lain,

“Bahkan mereka mendustakan hari kiamat. Dan Kami sediakan neraka yang menyala-nyala bagi siapa yang mendustakan hari kiamat.” (Al-Furqan:11)

Bukan Keyakinan tapi Syubhat

Kemudian untuk menjawab kerancuan pihak-pihak yang mengingkarinya, penjelasannya sebagai berikut.

Pertama, tentang adanya kebangkitan setelah mati riwayatnya mutawatir dari para nabi dan rasul dalam kitab-kitab suci langit, dan merupakan syariat langit. Umat telah menerima dan meyakini hal ini. Maka bagaimana Anda mengingkarinya, sementara pada saat yang bersamaan Anda mempercayai penukilan atau pemikiran para filosof dan ahli mabda dan fikrah. Walau belum sampai kepadanya peristiwa kebangkitan melalui penukilan atau melihat kenyataan?!

Kedua, kebangkitan setelah mati dapat diterima oleh akal. Penjelasannya:

1. Tidak ada orang yang mengingkari bahwa dia diciptakan dari ketiadaan. Dia ada dari sebelumnya tidak ada. Yang mencipta dan mengadakan sesuatu yang sebelumnya tidak ada tentunya juga mampu untuk mengembalikannya ke bentuk semula. Ini sebagaimana firman-Nya, “Dan Dialah yang menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian mengembalikan (menghidupkannya) kembali, dan menghidupkannya kembali itu adalah lebih mudah bagi-Nya.” (Ar-Rum:27)

Demikian juga firman-Nya, “Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah janji yang pasti Kami tepati. Sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya.” (Al-Anbiya’: 104)

2. Tidak ada orang yang mengingkari betapa agungnya penciptaan langit dan bumi dalam keluasan dan arsitekturnya. Pencipta kedua makhluk itu tentu lebih mampu untuk menciptakan manusia dan mengulang penciptaan itu. Allah berfirman, “Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi lebih besar daripada penciptaan manusia, akan tetapi kebanyakan manusia tiada beriman.” (Al-Mukmin: 57)

Dan berfirman, “Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah yang menciptakan langit dan bumi dan Dia tidak merasa payah karena menciptakannya, kuasa menghidupkan orang-orang mati. Ya (bahkan) sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Al-Ahqaf: 33)

3. Setiap orang yang dapat melihat tentu mengetahui adanya tanah gersang yang tidak ditumbuhi tanaman. Jika hujan turun, tanah menjadi basah, kemudian tumbuhlah tanaman yang tadinya mati. Yang mampu menghidupkan tanah yang tadinya mati tentu mampu pula menghidupkan orang mati dan membangkitnya. Allah azza wa jalla berfirman, “Dan sebagian dari tanda-tanda (kekuasaan)-Nya bahwa kamu melihat bumi itu kering tandus, maka apabila Kami turunkan air di atasnya, niscaya ia bergerak dan subur. Sesungguhnya (Rabb) yang menghidupkannya tentu dapat menghidupkan yang mati; sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Fushshilat: 39)

Ketiga, kebangkitan setelah mati dapat diterima oleh panca indra dan kenyataan, sebagaimana yang telah Allah beritakan mengenai dihidupkannya orang yang telah mati. Sebagaimana yang terdapat dalam surat Al-Baqarah yang menceritakan tentang 5 kejadian. Di antaranya, “Atau apakah (kamu tidak memperhatikan) orang-orang yang melalui suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya? Dia berkata, ‘Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah roboh?’ Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali. Allah bertanya, ‘Berapakah lamanya kamu tinggal di sini?’ Dia menjawab, ‘Saya telah tinggal di sini sehari atau setengah hari.’ Allah berfirman, ‘Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanya. Lihatlah kepada makanan dan minumanmu yang belum lagi berubah, dan lihatlah kepada keledai kamu (yang telah menjadi tulang belulang). Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi manusia. Dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, bagaimana kami menyusunnya kembali, kemudian Kami menutupnya kembali dengan daging.’ Maka tatkala telah nyata kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan yang telah mati), diapun berkata, ‘Saya yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.’” (Al-Baqarah: 259)

Keempat, hikmah Allah mengharuskan adanya kebangkitan setelah mati untuk membalas apa yang telah dikerjakan setiap orang. Jika tidak ada kebangkitan, tentulah penciptaan manusia hanya akan sia-sia tidak ada harganya, tidak mengandung hikmah dan tidak ada beda antara manusia dengan hewan dalam kehidupan ini.

Allah azza wa jalla berfirman,

“Sesungguhnya hari kiamat itu akan datang. Aku merahasiakan (waktunya) agar supaya tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang ia usahakan.” (Thaha:15)

Jika penjelasan ini telah disampaikan kepada orang-orang yang zhalim itu dan tetap mereka mengingkarinya dan berbangga diri, maka kelak mereka akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali.

0 komentar: