“Biasakanlah nasihatmu (disampaikan) dalam kesendirianku Dan hindarilah (menyampaikan) nasehat di perkumpulan orang, Karena sesungguhnya nasehat di tengah orang banyak merupakan salah satu bentuk Penghinaan yang tidak aku relakan untuk mendengarnya. Jika engkau menyalahi dan melanggar ucapanku ini, Maka janganlah kecewa (kesal) jika tidak ditaati (nasehatmu)”

Kamis, 11 Desember 2008

Masing-masing Punya Cara


Rumah tangga harmonis merupakan harapan setiap insan.. Menurut ajaran Islam, rumah tangga yang diliputi sakinah (ketenteraman jiwa), mawaddah (rasa cinta) dan rahmah (kasih sayang), merupakan rumah tangga ideal.

Namun, kondisi manusia tidak bisa lepas dari kelemahan dan kekurangan, sementara ujian dan cobaan selalu mengiringi kehidupan manusia. Tidak jarang, pasutri yang sedianya hidup tenang, tenteram dan bahagia mendadak dilanda “kemelut” perselisihan dan percekcokan.
Sebenarnya, Islam sudah memberikan resep agar rumah tangga berjalan tenang, selaras, dan seimbang.

Dalam rumah tangga Islami, seorang suami atau istri harus saling memahami kekurangan dan kelebihannya, serta harus tahu pula hak dan kewajiban serta memahami tugas dan fungsinya masing-masing. Serta melaksanakan tugasnya itu dengan penuh tanggung jawab, ikhlas, dan sudah tentu mengharapkan ganjaran dan ridha dari Allah l. Apabila itu bisa dijalankan, rumah tangga yang mendapat keridhaan Allah l dapat menjadi kenyataan.

Mari kita lihat, salah satu cara Rasulullah menjaga keharmonisan keluarganya. Dari ‘Aisyah x, ia berkata, “Rasulullah n pernah berkata kepadaku, ‘Aku tahu kapan engkau senang padaku dan kapan engkau marah padaku.’” “Dari mana engkau mengetahuinya?” tanya ‘Aisyah. Rasul menjawab, “Jika engkau senang padaku maka engkau akan berkata, ‘Tidak, demi Rabb
Muhammad! Sedang jika engkau marah padaku maka engkau akan engkau akan berkata, “Tidak, demi Rabb Ibrahim!’” “Benar, yang kuhindari hanyalah menyebut namamu!” Aisyah mengakui. {Hadits shahih riwayat Al-Bukhari (IX/325 & X/497), Muslim (XV/202-203), Ahmad (VI/61) dari jalur ‘Urwah dari ‘Aisyah}

Tak kalah indahnya, berikut ini wejangan seorang sahabat pada istrinya. Abu Darda’ berkata pada istrinya, “Jika engkau melihatku marah, maka redakanlah kemarahanku. Jika engkau melihatmu marah kepadaku, maka aku akan meredakanmu. Jika tidak, kita tidak harmonis. Ambillah pemaafan dariku, engkau akan melanggengkan cintaku. Janganlah engkau berbicara keras sepertiku, ketika aku sedang marah. Janganlah, menabuhku (memancing kemarahanku) seperti engkau menabuh rebana, sekali pun, sebab engkau tidak tahu bagaimana (rasanya) orang yang ditinggal pergi. Janganlah banyak mengeluh, sehingga melenyapkan dayaku, lalu
hatiku enggan terhadapmu, sebab hati itu berbolak-balik. Sesungguhnya aku melihat cinta dan benci di dalam hati, jika keduanya berhimpun, maka cinta pasti akan pergi.”

Mudah-mudahan sedikit contoh tersebut mampu menginspirasi setiap pasutri. Kami berharap sajian Nikah edisi ini bisa membantu pasutri untuk lebih mengerti cara dan upaya menggapai keharmonisan keluarga yang merupakan salah satu faktor penting menuju rumah tangga samara.

0 komentar: