“Biasakanlah nasihatmu (disampaikan) dalam kesendirianku Dan hindarilah (menyampaikan) nasehat di perkumpulan orang, Karena sesungguhnya nasehat di tengah orang banyak merupakan salah satu bentuk Penghinaan yang tidak aku relakan untuk mendengarnya. Jika engkau menyalahi dan melanggar ucapanku ini, Maka janganlah kecewa (kesal) jika tidak ditaati (nasehatmu)”

Kamis, 11 Desember 2008

Menyikapi Perang Saudara

Ketika Ismail (3) sedang asyik bermain dengan mainan barunya, tiba-tiba Husna (2), adiknya, merebutnya dengan paksa. Ismail berusaha mempertahankan mainannya tetapi Husna pun tetap ngotot mencengkeramnya. Karena jengkel, sang kakak pun ambil jalan pintas dengan memukul adiknya keras-keras.

Ismail tentu tak bisa disalahkan bila mempertahankan mainannya sekuat tenaga. Sedangkan Husna pun, dalam kaca mata orang dewasa dianggap tak salah karena memang belum mengerti. Sifat egosentrisnya masih terlalu besar sehingga ingin memiliki barang apa saja yang mereka sukai. Akan tetapi di mata kakaknya (yang juga masih kecil), adiknya jelas-jelas salah karena merebut mainan miliknya. Anak sekecil Ismail belum paham terhadap sifat egosentris yang dimiliki adiknya, bahkan juga masih dimilikinya. Yang ia pahami bahwa mainan itu adalah miliknya dan ia berhak mempertahankannya.

Menghadapi hal tersebut, kadang ibu tak tahan dengan tangis adik, kemudian langsung menyuruh kakaknya mengalah.Kebijakan seperti itu jelas berat sebelah, karena kurang menghargai pola pikir kakak yang masih kecil juga.

Jika ibu memaksa kakak untuk selalu mengalah, banyak akibat negatif yang akan terjadi, seperti:

1. Kakak merasa dirinya tak memiliki harga diri di mata ibu.

2. Adik tak pernah belajar mengetahui hal yang benar.

3. Kakak menyimpan dendam pada adik dan membalasnya nanti jika ada kesempatan.

4. Jika terjadi perkelahian lagi, adik cenderung mengandalkan tangisnya untuk mengadu kepada ibu agar dibela.

Lalu, bagaimana tindakan yang seharusnya dilakukan oleh ibu/orang tua? Ibu yang bijaksana akan mencoba memahami pertengkaran ini dengan melihat persoalan dari kaca mata kedua pihak, yaitu dengan memahami bagaimana perasaan adik, juga perasaan kakak.

Beberapa hal yang bisa dilakukan di antaranya:

JANGAN SALAHKAN SATU PIHAK

Memang kakak bersalah karena memukul adiknya keras-keras, dan adik pun salah karena merebut mainan yang bukan miliknya. Karena itu, jangan hanya menyalahkan salah satu pihak. Jika ibu sedang emosi, lebih baik ibu menahan diri dengan diam. Jika tidak kuat diam, menyalahkan kedua pihak sekaligus masih lebih baik daripada hanya menyalahkan salah satunya.

Pertengkaran kakak dengan adiknya adalah satu perkembangan wajar, sesuai dengan fase perkembangan psikologis mereka. Sangat sulit untuk menemukan siapa sebenarnya yang menjadi biang keladi pertengkaran, karena semua merasa benar. Apalagi pola berpikir ibu, kakak, dan adik sangat berbeda, sesuai dengan fase perkembangan usia. Jadi arti kebenaran menurut kakak, adik, serta ibu pun kerap berbeda. Maka adalah sulit untuk menemukan siapa yang salah, dan tindakan itu pun tak perlu dilakukan.

JANGAN PAKSA KAKAK SELALU MENGALAH

Kakak juga masih kecil, maka pola berpikirnya yang menganggap adiknya salah pun harus dipahami. Tentu tak adil jika menyuruhnya untuk selalu mengalah. Hal itu akan berpengaruh buruk terhadap perkembangan jiwanya, karena merasa tidak pernah mendapatkan keadilan.

HARGAI JIKA KAKAK BENAR

Kita tentu akan sakit hati, bila merasa benar tetapi disalahkan oleh orang lain. Sulit sekali menerima hal itu dengan lapang dada. Apalagi jika orang menyalahkan kita dengan cara memaksa. Karena itulah, ibu juga harus memahami, kakak pun mempunyai hak untuk mempertahankan mainannya. Perkara dia mau meminjamkan mainannya kepada adik, itu tergantung kebaikan hatinya.

Jangan menyalahkan kebenaran yang diyakini kakak, tetapi sentuhlah empati sang kakak untuk mau berbaik hati kepada adiknya. Kebenaran yang diyakini kakak harus ibu akui. Contohnya dengan berkomentar, “Sayang, kenapa merebut mainan kakak? Padahal kakak sedang asyik main lho! Kalau adik mau pinjam, bilang dulu sama kakak.”

Dengan penghargaan seperti itu, berarti ibu sudah menghormati harga diri sang kakak. Ini memiliki arti yang sangat besar pada psikologis kakak. Karena merasa dirinya dihargai, selanjutnya ia justru lebih mudah menerima pendapat orang lain, lebih mudah memahami perasaan adiknya, dan lebih lanjut akan tumbuh empatinya.

Sebaliknya, jika kebenaran yang diyakini kakak disalahkan oleh ibu, jangan harap kakak mau menerima kata-kata ibu selanjutnya. Apalagi kakak sedang dalam keadaan emosi. Karena merasa dirinya benar tetapi tidak diakui, kakak merasa perasaannya tidak dipahami, sehingga ia semakin jengkel. Kalaupun ia menurut untuk mengalah, itu ia lakukan dengan sangat terpaksa.

TUNJUKKAN KETIDAKMENGERTIAN ADIK

Jika ibu telah berhasil menghargai pendapat yang diyakini kakak, jangan lupa pula untuk menghargai pendapat yang diyakini adik. Kalau adik meyakini bahwa setiap barang yang ia sukai harus ia dapatkan, itu bukanlah pendapat yang salah untuk usianya. Jadi, ibu pun tak bisa serta merta menyalahkan adik.

Lebih baik ajaklah kakak untuk mau memahami ketidakmengertian adiknya tersebut. Ini akan mudah dilakukan jika emosi kakak sedikit mereda setelah ibu bisa menghargai perasaannya. Kepada kakak bisa diberi pengertian, “Adik kecil itu memang belum mengerti, Sayang. Ia selalu ingin merebut yang dia inginkan. Dulu waktu kamu masih kecil juga suka begitu.Kita nasihati saja dia pelan-pelan.”

TUMBUHKAN EMPATI KAKAK

Setelah emosi kakak mereda, dan ia menunjukkan tanda-tanda mau mendengar kata-kata ibu, barulah bisa disentuh perasaannya untuk menumbuhkan empati kepada adiknya.

HARGAI JIKA KAKAK MAU MENGALAH

Bila akhirnya kakak mau mengalah memberikan mainan kepada adiknya, orang tua hendaknya memahami bahwa pengorbanan kakak itu bukan suatu hal yang ringan. Bagi anak-anak, bisa mengalah walau dia merasa tak salah adalah kebaikan yang sangat sulit dilakukan, mengingat hingga usia balita rasa keakuan mereka masih cukup tinggi.

Sudah seharusnya ibu memberi penghargaan khusus kepada kakak jika ia berhasil melakukan kebaikan itu. Penghargaan itu bisa dengan ucapan, “Subhanallah, Kakak baik sekali. Pasti nanti Kakak banyak disukai teman.” Ibu bisa ajarkan pada adik untuk berterima kasih pada kakak. “Ayo Dik, katakan terima kasih pada Kakak, dia sudah berbaik hati pada kamu.” Bisa pula ibu memberi penghargaan lain berupa pelukan, ciuman, atau sebungkus wafer untuk kakak.

Adakalanya kakak mau mengalah pada adik tetapi masih dengan berat hati. Bibirnya cemberut, matanya memerah menahan tangis, dan ngeloyor pergi dengan kecewa. Dalam kondisi seperti ini mereka butuh ditemani. Butuh dipahami perasaannya. Maka sebaiknya ibu meluangkan waktu untuk menghibur kakak dulu. Ajak ia bicara baik-baik, beri perhatian, hibur hatinya hingga perasaan mereka bisa lebih enak.

BIASAKAN SEGERA BERMAAFAN

Lebih baik lagi, jika ibu membiasakan kakak dan adik untuk saling bermaafan. Ini bisa dilakukan jika emosi masing-masing telah mereda. Untuk bermaafan tak perlu diungkit-ungkit siapa yang salah. Yang penting tumbuhkan motivasi untuk minta maaf lebih dulu.

AJARKAN ADIK DAN KAKAK TENTANG KEKELIRUANNYA DI SAAT YANG TEPAT

Tak ada gunanya memberi nasihat sewaktu pertengkaran terjadi, di saat emosi sedang membara. Orang dewasa pun sulit menerima nasihat jika hati sedang emosi. Itu sebabnya, perlu dicari waktu yang tepat, yang enak dan santai untuk membicarakan kembali kesalahan-kesalahan yang sempat mereka lakukan saat bertengkar tadi.

Demikianlah beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menyikapi ‘perang saudara’ antara adik dan kakak. Semoga bermanfaat.

Sumber: Mendidik dengan Cinta. Irawati Istadi, Pustaka Inti.

0 komentar: