“Biasakanlah nasihatmu (disampaikan) dalam kesendirianku Dan hindarilah (menyampaikan) nasehat di perkumpulan orang, Karena sesungguhnya nasehat di tengah orang banyak merupakan salah satu bentuk Penghinaan yang tidak aku relakan untuk mendengarnya. Jika engkau menyalahi dan melanggar ucapanku ini, Maka janganlah kecewa (kesal) jika tidak ditaati (nasehatmu)”

Kamis, 11 Desember 2008

Pernikahan Beda Agama (PBA) Menurut Islam

Wah, jadi ngomongin agama terus nih, maklum menjelang detik-detik terakhir pernikahan antara gua dan Nadin banyak pihak menunjukkan ketidaksetujuannya baik itu dari pihak teman, dan terutama sekali dari pihak keluarga, alhamdulillah bukan dari keluarga inti gua, bokap dan nyokap memiliki pengertian yang kurang lebih sama dengan gua, sementara Nadin memang selama ini dibesarkan dalam suasana multi-agama (lucky her).

Kalau gua mau ngomongin pernikahan beda agama menurut Islam, rasa-rasanya yang pertamakali harus diklarifikasi adalah kata Islam itu sendiri. Bukannya apa, Islam sebagai ajaran yang turun langsung dari Allah SWT melalui Rasulullah Muhammad SAW pada perkembangannya (dan memang sangat mungkin serta wajar) juga berkembang menjadi Islam sebagai sebuah entitas kemasyarakatan dalam hubungannya dengan Negara, Hukum dan Pemerintahan. What the maksud?

Maksudnya, penyerapan ajaran Islam yang seyogyanya dilakukan melalui referensi LANGSUNG terhadap dua sumber hukum utamanya (Al-Quran dan Al-Hadits) pada kenyataannya, kalau kita mau membuka mata sedikiit saja gak perlu lebar-lebar, telah diajarkan dan diteruskan melalui banyak generasi melalui metoda yang berbeda-beda. Terutama di negeri kita tercinta ini yang secara umum tidak menumbuhkembangkan metoda pembelajaran progresif, Islam diteruskan melalui sistem pendidikan formal (sekolahan) dan informal (keluarga, pengajian,etc) dalam mind-set penelanan mentah-mentah dan secara tidak kritis. Kasarnya, ya ikut-ikutan lah, kalau dalam kasus Islam di Indonesia semuanya akan tergantung pada pemimpin agama yang lagi berkibar, yang lain…ngikuuutt.

Gua sendiri memang tidak terlalu mahfum terhadap Islam secara esensi, namun Insya Allah dengan adanya momen ini gua berniat untuk menggali lebih dalam lagi Islam (my-way-of-life) LANGSUNG ke sumbernya. Jadi tulisan ini, kalau mau dibilang asal ya asal kali, meskipun gua berupaya untuk mengutip ayat al-quran tapi pengetahuan dan pengalaman gua yang cetek mengenai agama berakibat penerjemahan dan pengertian yang juga cetek �. I am doing this anyway, jadi paling tidak ini realisasi awal gua terhadap niat untuk mengislamkan gua kembali �.

Kembali ke topik, Pernikahan Beda Agama di Indonesia secara Hukum Tata Negara jelas tidak diperbolehkan, KUA dalam menjalankan akad nikah berdasarkan syariat islam versinya mewajibkan kedua calon mempelai untuk menyebut dua kalimat syahadat yang notabene membuat dan menyatakan bahwa kedua individu yang hendak dinikahkan tersebut adalah muslim. Begitu juga dengan Kristen Protestan, kalo gak salah, maklum ini cuman nanya basa-basi ke calon bini gua, dalam Pemberkatan Nikah versi Gereja (Persekutuan Gereja Indonesia -> bener gak singkatannya?) mewajibkan kedua mempelai dalam keadaan sudah terbaptis (artinya dua-duanya protestan). Kenapa begitu? Hal ini gua maklum banget maksudnya, secara ketatanegaraan jadi lebih mudah untuk mengatur hukum-hukum rumah tangga yang sesuai dengan syariat masing-masing, dan ini adalah upaya dari para pemimpin agama Indonesia untuk memberikan kemudahan bagi pasangan-pasangan yang akan menikah. Kenapa kemudahan? Karena membina rumah tangga pastinya sulit, apalagi membina rumah tangga dengan orang yang dibesarkan dalam suasana ajaran dan kebiasaan-kebiasaan yang menyertai memiliki perbedaan.

As I said before, dalam implementasinya ajaran Islam kemudian menjadi Agama Islam kemudian menjadi sesuatu yang dimiliki oleh keluarga (suami-isteri-dan anak tercinta). Namun demikian, apakah ini lantas mengharamkan pernikahan beda agama berdasarkan pandangan ajaran Islam? Nah, ini seru lagi, seperti sudah diramalkan oleh Rasulullah Muhammad SAW, perbedaan dan penggolongan dalam semua agama dan ajaran memang pasti akan terjadi, dan hal-hal seperti ini yang menjadi pemicunya.

Perbedaan terjadi karena, Al-Quran, adalah bahasa Allah, yang merupakan hidayah terbesar yang dimiliki oleh Umat Islam, dimana sih sebenernya saktinya Al-Quran? Sebagai kitab suci, Al-Quran, telah terbukti meskipun tanpa mengedepankan faith menjadi kitab yang dapat dijadikan rujukan untuk sepanjang masa, artinya? Apapun yang akan terjadi di semesta ini, selama kita hidup, jauh sebelum kita lahir dan mungkin lama setelah kita jadi abu di dalam tanah telah masuk ke dalam liputan Al-Quran. Mau nanya apa saja ke Al-Quran sebenernya bisa, cuman ya itu tadi, sedemikian saktinya sehingga gak mudah untuk melakukan eksplorasi menyeluruh terhadap Al-Quran.

Akibat ketidakmudahan tersebut, sangat alamiah apabila pihak-pihak yang berusaha untuk melakukannya akan menemukan hal-hal yang berbeda. It’s Okay I guess, halal-halal saja di Islam kalau gak salah, yang penting adalah kita sebagai umat dan pengikut yang mengimani WAJIB hukumnya mencari secara LANGSUNG ke sumbernya. Meskipun kita diberikan banyak kemudahan dengan kenyataan bahwa banyaaak sekali ulama-ulama yang bisa ditanya.

Kemudian kita masuk ke pernikahan beda agama menurut Ajaran Islam, terdapat dua golongan, menentang dan mendukung, hehe iyalah pasti, gak bisa netral kali ya kalau soal kayak begini, yang bisa ya gak peduli. Yang gak peduli tidak dapat dimasukan ke golongan mana-mana karena sayangnya kita lagi membicarakan topik ini dari sudut pandang agama, artinya yang gak peduli ya gak dianggap ikutan hehe. Kita lihat satu-satu, tapi berhubung gua adalah calon pelaku pernikahan beda agama, ketahuan dong gua dukung yang mana hehe, yah namanya juga blog, ini bukan jurnal ilmu pengetahuan jadi mohon maaf saya tidak mengedepankan unsur objektifitas dan metoda argumentasi keilmuan ï?Š.


Pemahaman yang Tidak Setuju

Al-Baqarah:221
Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran. (Surat Al-Baqarah Ayat 221)

Di surat Al-Baqarah ayat 221 di atas dijelaskan secara gamblang bahwa kita (Umat Islam) DILARANG untuk menikahi wanita-wanita MUSYRIK. Nah kan gak boleh tuh, karena menurut pemahaman ini yang dimaksud dengan musyrik adalah yang bukan pengikut Islam. Ya kristen ya Yahudi, semuanya musyrik, ini rada-rada aneh, soalnya di Al-Quran juga ditemukan terminologi Kafir beda dong dengan musyrik artinya.

Apakah Kafir = Musyrik, jelas-jelas kata-katanya beda gak mungkin kali artinya sama, apalagi didukung KENYATAAN bahwa ayat tersebut turun ketika Umat Islam sedang memerangi orang-orang yang tidak percaya Tuhan dan atau mengingkari Tuhan, ini yang disebut musyrik, sementara sepeyakinan gua, calon isteri gua malah percaya banget sama yang namanya Allah, jadi dia bukan musyrik dong.

Mengenai kisah turunnya surat Al-Baqarah secara lebih mendalam mungkin bisa baca-baca ke sini http://www.usc.edu/dept/MSA/quran/maududi/mau2.html. Cukup jelas di sana diterangkan dan yang dirujuk musyrik itu ya kaum yang mengingkari Allah, atau pada saat itu menyembah berhala dan bahkan tidak percaya Tuhan sama sekali.

Pemahaman yang Setuju

Dalam rangka mencari cara untuk bisa menikah di negeri tercinta ini, gua bertemu dengan sekelompok pengikut Islam yang memiliki pemahaman yang berbeda dengan pemahaman yang pertama. Orang-orang yang ternyata punya pemikiran yang menurut gua sangat mendalam ini salah satunya adalah Dr. Zainun Kamal dari JIL (Jaringan Islam Liberal). Pada pertemuan pertama di Yayasan Wakaf Paramadina beberapa bulan yang lalu, beliau yang besok akan jadi penghulu pernikahan gua dan Nadin, langsung menegaskan bahwa pernikahan antara gua dan Nadin adalah HALAL dan SAH menurut Ajaran Islam. Loh kenapa bisa begini? dikemudian waktu, gua melakukan eksplorasi dan di kasih rujukan Surat Al-Maaidah Ayat 5, yang bunyinya begini;

Al-Maaidah:5

Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar maskawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barang siapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari akhirat termasuk orang-orang merugi.(Al-Maaidah Ayat 5)

Nah kan, ternyata disebutkan dengan sangat nyata bahwa pernikahan ini adalah diperbolehkan, bahkan ada ancaman besar dari Allah pada bagian akhir ayat tersebut. Tapi kemudian muncul permasalahan lagi, menurut pemahaman yang pertama saat ini sudah tidak ada lagi yang namanya Ahli Kitab, Umat Kristen sendiri sejak Rasulullah Muhammad SAW diutus Allah SWT untuk menyebarkan ajaran Islam telah melakukan perubahan-perubahan terhadap Kitab Sucinya, ditambah lagi doktrin Trinitas yang sangat menyudutkan mereka (Kristen) dimata kita (Islam). Waduh runyam gini ya? Hehe, kalau disuruh ngomongin doktrin Trinitas yang katanya itu memang buatan manusia, baru katanya nih, terus terang gua angkat tangan deh gak mau ikut-ikutan, tapi kalau ada yang tertarik boleh kunjungi situs ini http://www.usc.edu/dept/MSA/otherreligions/trinity.html.

Anyway, kalau Pak Zainun memiliki pemahaman yang berbeda mengenai apa yang dimaksud dengan ahli kitab, pemahaman beliau bisa dibaca lebih lanjut di sini kalau ada yang tertarik http://islamlib.com/id/index.php?page=article&id=173.

Nah kalau menerut cermat gua yang terjadi cenderung masalah tata bahasa, ahli kitab kalau merujuk pada pemahaman umum masyarakat kita adalah orang menguasai kitab, wek gak ada lagi dong sekarang hehe, jangan-jangan dari sekian juta Umat Islam di Indonesia Cuma puluhan yang bener-bener menguasai kitab, lantas kita ini apa? Waah berat kalau begini, tapai kalau diliat-liat lagi berdasarkan asal kata dan arti kata ahli kitab ya sama seperti ahli waris, orang yang diturunkan, diteruskan dari pendahulu dan nenek moyangnya yang diberikan kitab. Nah kalau begini meluas bukan pengertiannya?


Pemahaman Gua

Kalau gua sebenarnya tidak hanya setuju tapi sangat setuju hehe, kalau ajaran yang gua anut selama ini melarang niat baik gua untuk membagi cinta dan kasih atas nama Nya kepada orang lain siapapun dan agama apapun dia kok gua malah jadi aneh dengan ajaran seperti ini. Logika, masak sih kita gak boleh berkasih sayang, niat baik loh, gak ada niat untuk zina, total (ada sih setannya dikit-dikit, tapi yang ini mah gak bisa di cegah), gak mungkin kan hehe. Tapi setelah gua cermati sedikit-sedikit ternyata yang tidak memperbolehkan bukan ajarannya tapi pemahaman terhadap ajaran tersebut dan terutama sekali adalah orang-orang yang melakukan pemahaman terjadap ajaran tersebut beserta pengikut-pengikutnya yang sayangnya kebanyakan ngikut ajah.

Jadi gua pribadi mengembalikan kepada gua pribadi (loh?), artinya gua akan menjaga kemurnian niat ini, dan tetap gua akan telah berjanji bersama di depan Allah, yang jangankan kalian, gua aja yang jarang sholat takut sama Dia. Dengan tetap teriring hati gua yang paling dalam agar semua kesulitan ini membawa berkah di kemudian hari, amin.

Selanjutnya, terserah anda masing-masing.

0 komentar: